Hukum Adat Saibatin
HUKUM ADAT SAIBATIN
(Kecamatan Kotaagung Timur)
Indonesia juga terdiri dari berbagai macam ras, suku bangsa, agama, dan bahasa. Dengan demikian, Indonesia dapat dikatakan sebagai negara yang majemuk. Keberagaman atau kemajemukan suku, agama, ras, dan bahasa yang ada di Indonesia juga menambah alasan mengapa Indonesia bisa disebut sebagai negara majemuk.
Dengan adanya berbagai macam budaya teraebut menjadi dayat tarik tersendiri bagi bangsa indonesia, pada tulisan kali ini saya akan membahas tentang hukum adat daerah lampung. Ketaro Adat Lappung adalah buku yang berisi aturan adat masyarakat Lampung Pepadun. Berisi aturan-aturan adat yang berlaku dalam masyarakat mengenai tata cara perkawinan, hukuman bagi pelaku kejahatan, denda adat, dan pengangkatan penyimbang adat. Dengan adanya buku tersebut masyarakat lampung yamg masih terikat dengan hukum adat, memiliki pedoman hidup sesuai dengan apa yang ada dalam kitab teraebut.
Dalam kitab tersebut terdapat tiga bagian pokok dari buku ini yaitu petunjuk tata cara adat mengangkat orang di luar suku Lampung untuk "menjadi" orang Lampung (angkon/angken). Kemudian ada pula tentang peraturan hukum adat tertulis (Cepalo 12 dan Cepalo 80) yang mencirikan kepribadian orang Lampung (Piil Pesengirei). Terakhir, tentang asal-usul keturunan mulai dari Tali Tunggal sampai dengan awal abad ke-19 yang berada di wilayah Lampung Tengah, Lampung Timur, dan Lampung Utara. Dari penjelasan diatas dapat kita ketahui bahwa kitab ini tidak hanya berisi peraturan-peraturan tetapi juga berisi tentang bagaimana kepribadian yang mencirikan msyarakat lampung atau karakter masyarakat lampung.
Buku Ketaro Adat Lappung masih relevan dalam kehidupan masyarakat Lampung saat ini. Pelestarian adat budaya dan nilai-nilai yang terkandung sangat perlu untuk warisan anak cucu khususnya masyarakat Lampung (Ratnawati : 2018).
Pada tulisan kali ini saya akan membahas tentang hukum adat saibatin. Suku Saibatin mendiami daerah pesisir Lampung yang membentang dari timur, selatan, hingga barat. Pada kali ini saya akan sedikit menjelaskan hukum adat yang ada ada di daerah tempat Tinggal Teman saya ya, tepatnya di Kabupaten Tanggamus, Kecamatan Kota Agung Timur, desa sukabanjar. Hukum adat di desa tersebut masih berjalan cukup baik, masih ada beberapa masyarakat yang menggunakan hukum adat sebagai pedoman dalam melakukan aktivitas kesehariannya.
Masyarakat Kecamatan Kota Agung Timur tersebut merupakan masyarakat saibatin. Suku Saibatin atau Peminggir menganut sistem kekerabatan patrilineal atau mengikuti garis keturunan ayah. Meski demikian, Suku Saibatin memiliki kekhasan dalam hal tatanan masyarakat dan tradisi. Dengan begitu maka dapat dipahami bahwa masyarakat tersebut mengambil garis keturunan dari ayah sebagai penerus masyarakat saibatin yang ada di Kecamatan Kota Agung Timur tersebut.
“Saibatin” bermakna satu batin atau memiliki satu junjungan. Hal ini sesuai dengan tatanan sosial dalam Suku Saibatin, hanya ada satu raja adat dalam setiap generasi kepemimpinan. Budaya Suku Saibatin cenderung bersifat aristokratis karena kedudukan adat hanya dapat diwariskan melalui garis keturunan. Tidak seperti Suku Pepadun, tidak ada upacara tertentu yang dapat mengubah status sosial seseorang dalam masyarakat. Dalam menjalankan kegiatan atau perayaan upacara adat juga biasanya masyarakat kecamatan Kota Agung Timur tersebut biasanya saibatin akan memerintahkan kepada seluruh masyarakat untuk memberikan sumbangan atau mengumpulkan uang di setiap keluarga untuk dapat merayakan upacara adat tersebut.
Ciri lain dari Suku Saibatin dapat dilihat dari perangkat yang digunakan dalam ritual adat. Salah satunya adalah bentuk siger (sigekh) atau mahkota pengantin Suku Saibatin yang memiliki tujuh lekuk/pucuk (sigokh lekuk pitu). Tujuh pucuk ini melambangkan tujuh adoq, yaitu suttan, raja jukuan/depati, batin, radin, minak, kimas, dan mas. Selain itu, ada pula yang disebut awan gemisir (awan gemisikh) yang diduga digunakan sebagai bagian dari arak-arakan adat, diantaranya dalam prosesi pernikahan.
Dalam prosesi pernikahan juga biasanya masyarakat saibatin memiliki tahap-tahap tertentu dalam melakukan prosesi pernikahan tersebut seperti :
Perkenalan dan Area berjumpa
Perkenalan dan area berjumpa ini biasanya dilakukan sebelum pernikahan dimulai ya itu di mana kedua calon pengantin melakukan perkenalkan terlebih dahulu atau biasa disebut pada masa sekarang ini yaitu proses ta'aruf . Ruang tersebut dinamakan manjau, pengertian manjau merupakan cara berjumpa atau berkunjung kerumah perawan yg telah dikenal dalam rangka menjalin pertalian untuk berumah tangga. Tipe manjau ada dua macam, yaitu:
Manjau di atas, yang dilakukan diruang tamu sang pemuda berjumpa gadis dibagian atas hunian.
Manjau di bawah, jumpa pemuda gadis dilakukan didapur rumah, yaitu seseorang gadis mesti memperhatikan sekian banyak norma, yaitu:
a. Sang pemuda akan ke dapur dan tak boleh ketahuan oleh nakbay sejak mulai atau kerabat gadis
b. Bila pemuda berjumpa bersama orang lain sehingga dia mesti menutupi wajahnya dengan sarung
c. Tak boleh mengganggu ketenangan orang yang sedang tidur, manjau yang mengikuti norma tersebut disebut setekutan atau sesihaan kala manjau, dilakukan pada pukul 20.00 hingga 23.00, tergantung kesepakatan. Bila gadis berdialog dengan berbisik-bisik, sang gadis berada di dapur yang remang dan pemuda di luar dapur, keduanya memakai penutup kepala atau sarung dgn tujuan supaya muka mereka tidak terlihat.
Namun upacara proses pernikahan perkenalan dan area jumpa suku saibatin tersebut sudah tidak banyak dipakai oleh masyarakat kota Agung Timur. Ini dikarenakan proses yang yang cukup rumit sehingga banyak masyarakat yang yang beralih dari upacara pernikahan perkenalan dan area jumpa suku saibatin menjadi upacara perkenalan seperti masyarakat pada umumnya.
Walau proses pernikahan perkenalan dan area jumpa suku saibatin di Kota Agung Timur sudah banyak tidak dilakukan lagi namun, masyarakat kota Agung Timur masih melakukan upacara tradisi nayuh atau arak-arakan dalam proses pernikahan di daerah tersebut.
Nayuh
Nayuh merupakan acara adat pernikahan yang sering dilakukan oleh masyarakat saibatin baik itu di daerah tabung Timur maupun daerah lainnya yang yang menganut hukum adat saibatin. Nayuh merupakan adat kebiasaan masyarakat Lampung Sai Batin dalam merayakan acara Pernikahan. Dimana dalam perayaan tersebut sering dilaksanakan kebiasaan ngantak bakul dan betetikolan yang kedua duanya merupakan percerminan pelaksanaan Adat Pesetiti, dengan saling membantu baik dalam kebot maupun “bah mekonan” sesuai dengan motto Lampung Barat “Beguai Jejama” . Dimana prosesi semua kegiatan dilaksanakan hanya untuk menyambut acara pada hari H yaitu prosesi pernikahan yang ditandai dengan “arak-arakan lapah adat”. Arak-arakan tersebut biasanya di mana pengantin pria akan di diantar menuju kediaman pengantin wanita. Kemudian kedua pengantin tersebut akan dibawa berkeliling desa, dengan diiringi oleh orang tua dari pengantin pria maupun wanita dan juga masyarakat sekitar. Biasanya pengantin akan dipayungi oleh payung adat Lampung.
DAFTAR PUSTAKA
Ratnawati, Lien. 2018. Penetapan Warisan Budaya Takbenda Indonesia Tahun 2018. Jakarta: Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan kebudayaan Republik Indonesia.
https://www.indonesiakaya.com/jelajah-indonesia/detail/masyarakat-adat-lampung-saibatin.
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Ketaro_Adat_Lappung
Komentar
Posting Komentar